Minggu, 31 Desember 2023

KITA BUTUH KHILAFAH


Oleh: Achmad Mu’it 
Jurnalis 

Ribuan mahasiswa turun ke jalan sejak hari Senin 23 September 2019. Mereka menolak RKUHP dan mendesak pemerintah membatalkan revisi UU KPK yang baru saja disahkan serta RUU lain yang bermasalah.Selain di Ibukota, gelombang penolakan terjadi di beberapa daerah. Di antaranya saja, Medan, Lampung, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, dan beberapa kota lainnya.

Bukan hanya mahasiswa, anak-anak STM juga ikut turun ke jalan bergabung dengan para Mahasiswa menyuarakan penolakan terhadap RUU yang bermasalah.

Bentrokan yang terjadi antara Mahasiswa dan aparat menyebabkan banyak korban.Polda Metro Jaya mencatat ada ratusan orang korban luka dari kelompok mahasiswa terkait aksi demo di DPR yang berakhir ricuh. Beberapa di antaranya sudah pulang dan sebagian masih dirawat inap di rumah sakit.
"Sehingga kita sudah mendatakan ada sebanyak 254 yang dirawat jalan di beberapa rumah sakit dan 11 orang dirawat inap," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Gatot Subroto kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (25/9/2019).Sementara korban meninggal tercatat ada 3 orang yaitu

Randi (21), mahasiswa semester VII Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas HaluOleo (UHO),Kendari, tewas setelah tertembak peluru tajamdi bagian dada sebelah kanan saat berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra), yang berakhir ricuh, Kamis (26/9/2019).(kompas.com, 28 September 2019).

 Korban kedua adalah Muhammad Yusuf Qardawi (19), mahasiswa UniversitasHaluOleo yang meninggal usai ikut demo di depan DPRD Sultra, tewas karena ditembus peluru tajam di bagian kepala. Demikian diungkap oleh Polda Sulawesi Tenggara.(CNN Indonesia, 27 September 2019).

Korban ketigaSiswa kelas XI SMA Al jihad Jakarta Utara, Bagus Putra Mahendra (15) yang mengalami kecelakaanSaat berjalan di Jalan RN Martadinata, Jakarta Utara, badannya tertabrak truk trailer yang sedang melintas. Peristiwa itu terjadi pukul 16.30 WIB pada hari Rabu 25/9/2019. (Kompas.com, 27 September 2019)

Saat semua mata tertuju pada aksi mahasiswa, di bagian timur Indonesia tepatnya di Wamena Papua terjadi pembantaian terhadap pendatang terutama dari suku bugis dan minang. Data ACT mencatat 33 orang meninggal, ratusan orang terluka (data per 28 September 2019). Sementara 10.000 orang mengungsi, 2589 melarikan diri keluar Papua.465 Ruko, 165 rumah dan 224 mobil semuanya habis terbakar. Ini bukan kejadian biasa. Pembakaran oleh oknum sudah membabi buta. Di luar batas kemanusiaan. Tapi yang tidak kalah pedih, adik bayi (Rizky) yang masih berumur 4 tahun kepalanya di kampak. Nasibnya sama dengan Ibnu, anak yang baru tamat SD umur 8 tahun meninggal gara-gara dilempar masuk ke dalam api. Sebelum dilempar, Ibnu sempat dibacok. Almarhum dibacok bersama ibunya. Sementara ayahnya masih hidup tp mukanya sudah terbakar api.  Sedangkandr. SoekoMarsetyo dibakar hidup2. sejak kemarin, PB IDI berduka dengan mengibarkan bendera setengah tiang dan memakai pita hitam sebagai penghormatan terhadap almarhum. 

Dimanakah pemimpin negeri ini disaat rakyatnya meninggal?Pembiaran terhadap meninggalnya mahasiswa dan pembantaian di Wamenamenunjukkan seolah-olah pemimpin negeri ini ada dan tidaknya sama saja. Tidak ada ucapan duka cita. Tidak ada ucapan belasungkawa. Sebegitu murahkah nyawa rakyat di negeri demokrasi?

Beda halnya di zaman Khilafah Islam.


Kisah heroik Al-Mu’tashim Billah dari Dinasti Abbasiyah Dicatat dengan Tinta Emas Sejarah Islam dalam Kitab Al-Kamil fial-Tarikh karya Ibn Al-Athir.


Peristiwa bersejarah tersebut terjadi pada tahun 223 Hijriyyah (837 Masehi), dalam judul Penaklukan kota Ammuriah.

Pada tahun 837, al-Mu’tasim Billah menyahut seruan seorang budak muslimah dari Bani Hasyim yang sedang berbelanja di pasar yang meminta pertolongan karena diganggu dan dilecehkan oleh orang Romawi.

Kainnya dikaitkan ke paku sehingga ketika berdiri, terlihatlah sebagian auratnya.Wanita itu lalu berteriak memanggil nama Khalifah Al-Mu’tashim Billah dengan lafadz yang legendaris: “waaMu’tashimaah!” yang juga berarti “di mana kau Mutashim…tolonglah aku!”

Setelah mendapat laporan mengenai pelecehan ini, maka sang Khalifah pun menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu kota Ammuriah (Turki).

Seseorang meriwayatkan bahwa panjangnya barisan tentara ini tidak putus dari gerbang istana khalifah di kota Baghdad hingga kota Ammuriah (Turki), karena besarnya pasukan.

Catatan sejarah menyatakan bahwa ribuan tentara Muslim bergerak di bulan April, 833 Masehi dari Baghdad menuju Ammuriah.

Kota Ammuriah dikepung oleh tentara Muslim selama kurang lebih lima bulan hingga akhirnya takluk di tangan Khalifah al-Mu’tasim pada tanggal 13 Agustus 833 Masehi.

Sebanyak 30.000 prajurit Romawi terbunuh dan 30.000 lainnya ditawan. Pembelaan kepada muslimah ini sekaligus dimaksudkan oleh khalifah sebagai pembebasan Ammuriah dari jajahan Romawi. Setelah menduduki kota tersebut, khalifah memanggil sang pelapor untuk ditunjukkan di mana rumah wanita tersebut, saat berjumpa dengannya ia mengucapkan “Wahai saudariku, apakah aku telah memenuhi seruanmu atasku?”.

Masya Allah Allahuakbar, baru seorang seorang muslimah dilecehkan, Khalifah dan pasukannya langsung turun gunung memenuhi seruannya. Inilah pemimpin hakiki yang diidamkan umat saat ini. Pemimpin yang menjaga, mengayomi, dan melindungi rakyatnya.

Oleh sebab itu, kebutuhan kita akan kembalinyaKhilafah Islamiyyah yang sesuai metode kenabian adalah sangat mendedak. Karena dari situ akan lahir pemimpin yang bertaqwa dan amanah.

Khilafah yang akan menjaga umat Islam. Khilafah yang akan mempersatukan umat Islam. Khilafah juga akan menjaga kekayaan umat Islam dan menyerahkannya untuk kepentingan rakyat.Khilafah juga akan membebaskan Palestina yang saat ini dijajah Israel. Khilafah yang akan mampu membebaskan Saudarakita yang dibantai di Suriah.Khilafah juga yang akan menumbangkan penguasa-penguasa yang menjadi budak negara Imperialis.

Hanya Khalifah yang peduli pada rakyatnya. Bukan pemimpin hasil demokrasi yang tunduk pada kepentingan golongan, para pemilik modal yang kucurkan dana kampanyenya, dan mengabaikan kepentingan rakyatnya. Semoga Khilafah segera kembali. Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian, aamiin.

Wallahu ‘alam.

Kamis, 21 Desember 2023

HILANG EMPATI, MATI NURANI

Oleh: Achmad Mu’it 
Jurnalis 

Presiden Joko Widodo belum lama ini melakukan peninjauan langsung lokasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau, Selasa (17/9/2019). Ia hadir mengenakan kemeja putih, tanpa masker, dan sepatunya yang kotor menjadi perbincangan di sosial media karenaunggahan Pramono Anung.(Tirto.id, 22/9/19). Namun hal ini tidak memberikan dampak apapunbagi bencana karhutla.


Meskipun titik api turun dari 4012 pada tanggal 14 September 2019 menjadi 2766 pada tanggal 21 September 2019 namun kabut asap justru makin tebal.


Di hari yang sama (21/9/2019) di Jambi, langit memerah dan suasana sangat gelap meski jam masih menunjukkan pukul 12.00. Amna, seorang warga Muaro Jambi menceritakan pengalaman yang ia rasakan saat itu, dikutip TribunWow.com dari Tribunnews.com, Minggu (22/9/2019)."Mencekam kondisinya sekarang. Langitnya oranye," kata Amna. Sementara, minggu pagi di Pekanbaru, kabut asap pekat masih menyelimuti Kota Pekanbaru, Minggu (22/9/2019).


Melihat kondisi di atas justru Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghabiskan akhir pekan bersama cucunya, Jan Ethes. Keduanya terlihat asyik berjalan-jalan di Istana Bogor.Momen tersebut diumbar Jokowi melalui video yang di-upload di akun YouTube-nya, Sabtu (21/9/2019). Jokowi ngelvog bersama Jan Ethes dengan melihat kuda, kambing dan rusa. "Ini pagi-pagi memberi makan rusa sama Jan Ethes," kata Jokowi bersama Jan Ethes.


Apakah pantas seorang pemimpin mengumbar kebahagiaan di saat yang bersamaan rakyatnya lagi berjibaku melawan kabut asap yang semakin tebal?

Hal tersebut mencerminkan ketidakpekaan terhadap penderitaan rakyat. Rakyat seolah disuguhkan sesosok yang hilang empati dan mati nurani. Berbeda dengan karakteristik pemimpin di zaman kekhilafahan Islam. Sebagaimana diulas di bawah ini.


Potret Pemimpin Ketika Zaman KeKhilafahan Islam


Umar bin Khattabadalah seorang pemimpin yang rela memikul karung gandum untuk diantarkan kepada seorang janda dan anaknya yang tak berhenti menangis lantaran kelaparan. Umar saat itu terkejut ketika melihat seorang ibu sampai harus menanak batu hanya agar anak-anaknya yang menangis kelaparan merasa tenang dengan menyangka bahwa sang ibu sedang memasak sesuatu untuk dimakan.


Hati Umar saat itu remuk, sebagai seorang pemimpin, ia merasa sangat bersalah lantaran ternyata di wilayah yang dipimpinnya masih ada seorang ibu dan anak yang sampai menangis karena kelaparan. Beliau pun kemudian memikul sendiri karung gandum dan makanan melewati padang pasir yang jauh untuk dibawakan kepada ibu dan anak tersebut.

Selain itu, Umar Bin Khattab juga merupakan pemimpin yang hidupnya sederhana bahkan amat sederhana untuk seseorang yang memegang jabatan Khalifah. 


Bahkan untuk menjamin  kebutuhan rakyatnya, Umar sampai pernah melarang dirinya sendiri untuk memakan daging, minyak samin, dan susu.Saat itu tanah Arab sedang mengalami paceklik, Umar pun membatasi dirinya untuk memakan makanan yang enak sebab ia khawatir jika makanan yang ia makan akan mengurangi jatah makanan untuk rakyatnya. Beliau sampai rela kelaparan dengan hanya menyantap sepotong roti dengan celupan minyak zaitun. 


Makanan yang beliau makan pun tak membuat perutnya menjadi kenyang melainkan masih kelaparan. Dalam laparnya itu, beliau berkata, "Berkeronconglah sesukamu, dan kau akan tetap menjumpai minyak, sampai rakyatku bisa kenyang dan hidup dengan wajar."

Sungguh indah sikap beliau saat menjadi Khalifah. Dua kisah di atas cukup memberikan gambaran betapa pedulinya Umar terhadap rakyatnya saat menjadi Khalifah dan betapa beliau selalu mengutamakan kepentingan rakyatnya daripada kepentingan sendirinya.

Umar bin Khattab adalah contoh pemimpin yang patut diteladani. Seorang pemimpin yang rela lebih sengsara saat rakyatnya sedang mengalami kesusahan. Seorang pemimpin yang betul-betul takut jika ada satu saja warga yang dipimpinnya sampai tak terpenuhi kebutuhannya sebab ia tahu bahwa adalah tanggung jawabnya untuk memastikan bahwa seluruh rakyat yang dipimpinnya terpenuhi kebutuhannya.

Sosok pemimpin seperti Umar tidak akan pernah dijumpai dalam Sistem demokrasi yang memandang politik sebagai ajang merebut kekuasaan bukan melayani rakyat. Sosok pemimpin yang peduli pada rakyat hanya ada dalam Sistem Khilafah ala minhajinNubuwwah.

Wallahua’lam.

CARA ISLAM MENGATASI KORUPSI

Oleh: Achmad Mu'it
Jurnalis 

Pada hari Rabu, 18 September 2019, KPK melalui Wakil Ketuanya Alexander Marwata dalam konferensi pers menetapkan Menpora Imam Nahrawi sebagai tersangka suap terkait alokasi dana hibah KONI sebesar 26,5 milyar. Enam bulan sebelumnya, tepatnya 16 Maret 2019, KPK juga menetapkan Romi, ketua Umum PPP sebagai tersangka jual beli jabatan di Kementerian Agama. Sungguh ironis sekali, di negeri Pancasila banyak terjadi korupsi.

Sebelumnya, tahun 2002 dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsiberdasarkan UU nomor 30 tahun 2002. KPK bersifat independen dan bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR dan BPK. Hadirnya KPK diharapkan dapat memberantas korupsi yang menggurita sebagai semangat reformasi sejak runtuhnya Orde Baru. Namun, apa hendak dikata korupsi bukannya menurun justru malah subur diera demokrasi."Korupsi dan demokrasi seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan karena praktek demokrasi yang mengagungkan popular vote membutuhkan dana yang sangat besar. Salah satu caranya dengan korupsi itu," kata Ustadz HM Ismail Yusanto.

Sejak tahun 2004 hingga tahun 2019 sebanyak 124 kepala daerah terjerat kasus korupsi. (Sumber : Komisi Pemberantasan Korupsi, 2019). Hal ini sangat wajar karena tingginya biaya kampanye sudah menjadi fakta yang terang benderang. Butuh biaya mahal untuk menjadi kepala Daerah baik Gubernur, Walikota, Bupati, bahkan kepala Desa.

Lalu Bagaimana Cara Islam Mengatasi Korupsi?

Sesungguhnya dalam sistem Islam, salah satu pilar penting dalam mencegah korupsi ialah di tempuh dengan menggunakan sistem pengawasan yang ketat.  Pertama: pengawasan yang dilakukan oleh individu. Kedua: pengawasan dari kelompok, dan Ketiga: pengawasan oleh negara.Dengan sistem pengawasan ekstra ketat seperti ini tentu akan membuat peluang terjadinya korupsi menjadi semakin kecil, karena sangat sedikit ruang untuk melakukan korupsi.

Dalam sistem Islam, korupsi (ikhtilas) adalah suatu jenis perampasan terhadap harta kekayaan rakyat dan negara dengan cara memanfaatkan jabatan demi memperkaya diri atau orang lain.Korupsi merupakan salah satu dari berbagai jenis tindakan ghulul, yakni tindakan mendapatkan harta secara curang atau melanggar syariah, baik yang diambil harta negara maupun masyarakat.Berbeda dengan kasus pencurian yang termasuk dalam bab hudud, korupsi termasuk dalam bab ta’zir yang hukumannya tidak secara langsung ditetapkan oleh nash, tetapi diserahkan kepada khalifah atau qadhi (hakim).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. bersabda, ”Perampas, koruptor (mukhtalis) dan pengkhianat tidak dikenakan hukuman potong tangan.” (HR Ahmad, Ashab as-Sunan dan Ibnu Hibban).

Bentuk ta’zir untuk koruptor bisa berupa hukuman tasyhir (pewartaan atas diri koruptor; misalnya diarak keliling kota atau di-blowup lewat media massa), jilid (cambuk), penjara, pengasingan, bahkan hukuman mati sekalipun; selain tentu saja penyitaan harta hasil korupsi.

Di masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, pernah menetapkan sanksi hukuman cambuk dan penahanan dalam waktu lama terhadap koruptor (Ibn Abi Syaibah, MushannafIbn Abi Syaibah, V/528; Mushannaf Abd ar-Razaq, X/209).Sementara di masa Khalifah Umar bin Khathabra. pernah menyita seluruh harta pejabatnya yang dicurigai sebagai hasil korupsi (Lihat: ThabaqâtIbnSa’ad,Târîkhal-Khulafâ’ as-Suyuthi).

Sistem Islam juga sangat memperhatikan kesejahteraan para pegawainya dengan cara menerapkan sistem penggajian yang layak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapapun yang menjadi pegawai kami hendaklah mengambil seorang istri, jika tidak memiliki pelayan , hendaklah mengambil seorang pelayan, jika tidak mempunyai tempat tinggal hendaknya mengambil rumah.” (HR. Abu Dawud).Dengan terpenuhinya segala kebutuhan mereka, tentunya hal ini akan cukup menekan terjadinya tindakan korupsi.

Sedangkan dalam upayanya untuk menghindari terjadinya kasus suap dalam berbagai modusnya, sistem Islam melarang pejabat Negara atau pegawai untuk menerima hadiah. Bisa kita lihat, pada masa sekarang ini banyak diantara pejabat/pegawai, ketika mereka melaporkan harta kekayaanya, kemudian banyak ditemukan harta yang tidak wajar, mereka menggunakan dalih mendapatkan hibah. Kasus seperti ini tidak akan terjadi dalam sistem Islam.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Siapa saja yang kami (Negara) beri tugas untuk melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami beri rezeki (upah/gaji), maka apa yang diambil olehnya selain (upah/gaji) itu adalah kecurangan.” (HR. Abu Dawud).

Pilar lain dalam upaya pencegahan korupsi dalam Islam adalah dengan keteladanan pemimpin. Bisa di ambilkan contoh, Khalifah Umar Bin Abdul Aziz pernah memberikan teladan yang sangat baik sekali bagi kita ketika beliau menutup hidungnya saat membagi-bagikan minyak wangi karena khawatir akan mencium sesuatu yang bukan haknya.Beliau juga pernah mematikan fasilitas lampu di ruang kerjanya pada saat menerima anaknya. Hal ini dilakukan karena pertemuan itu tidak ada sangkut pautnya dengan urusan Negara. Tampaknya hal ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi di negeri ini, ketika rakyatnya banyak yang lagi kesusahan, para pejabatnya justru banyak bergelimang kemewahan.

Begitulah. Sesungguhnya sistem Islam adalah solusi terbaik yang layak dipakai ketika semua solusi pemberantasan korupsi sudah tidak mempan lagi. Namun sistem Islam ini hanya bisa diterapkan dalam bingkai Negara Khilafah yang mengikuti manhaj kenabian. Bukan negeri republik yang menerapkan sistem demokrasi.

Wallahua’lam

Solusi Tuntas Islam Mengatasi Karhutla


Oleh: Achmad Mu'it 
Jurnalis 

Kebakaran hutan dan Hb lahan terjadi di sejumlah wilayah Sumatera dan Kalimantan setiap musim kemarau. Yang menjadi pertanyaan : Apakah hutan ini terbakar atau sengaja dibakar?

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 80 % hutan yang terbakar selalu menjadi perkebunan. (Liputan6.com, 16/9/2019). Ini yang membuat heran Kapolri ketika memantau kebakaran hutan di Kerumutan, Kabupaten Pelalawan, Riau. Areal yang terbakar hanya hutan saja, sementara areal lainnya tidak terbakar. Jadi, siapa yang bermain di balik kebakaran hutan?

Padahal sejak pertengahan juli 2019, menurut BNPB ada 6 provinsi yang siaga darurat bencana karhutla (kebakaran hutan dan lahan) yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
Mestinya hal ini menjadi warning bagi pemerintah. Namun, nyatanya pemerintah abai dan tidak peduli dengan masalah ini. Baru setelah terjadi korban jiwa diantaranya kakek mulyoto (69) yg ditemukan warga tewas terbakar di ladangnya dalam keadaan hangus 12/9, ribuan warga terkena ISPA akibat kabut asap kebakaran hutan, dan perbincangan yang viral di dunia maya. Telah berhasil membuat pemerintah akhirnya buka suara.

Bencana karhutla sangat sulit diselesaikan dalam sistem kapitalisme karena jutaan hektar hutan dan lahan (yang seharusnya dikelola negara telah) diberikan konsesinya pada swasta/kapitalis. Padahal itulah yang menjadi akar masalahnya. 

Oleh sebab itu, masalah ini dapat diselesaikan secara tuntas dengan sistem Islam melalui 2 pendekatan yaitu pendekatan hukum dan praktis.

Secara hukum, Islam menetapkan bahwa hutan termasuk kepemilikan umum, sebagaimana Sabda Rasulullah : Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Sebagai aset kepemilikan umum, hutan haram diberikan kepada swasta baik individu maupun perusahaan. Dengan ketentuan ini akar masalah karhutla bisa diatasi. Pengelolaan hutan harus dikelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyat dengan memperhatikan kelestarian dan keseimbangan alam.

Dengan demikian akan lebih mudah mengatur kepentingan ekonomi, kepentingan rakyat dan kelestarian hutan. Negara harus mendidik rakyatdan membangun kesadaran untuk bersama-sama menjaga kelestarian hutan dan manfaatnya bagi generasi penerus. 

Jika masih terjadi karhutla tentu pemerintah wajib segera mengutamakan keselamatan rakyatnya.
Adapun secara praktis, pemerintah harus melakukan langkah-langkah manajemen dan kebijakan tertentu dengan menggunakan iptek mutakhir dan memberdayakan para ahli dan masyarakat umum dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan.

Mengakhiri karhutla dengan 2 pendekatan ini hanya bisa diwujudkan dengan penerapan Syariah Islam secara menyeluruh yaitu dalam khilafah sistem kehidupan yang mengikuti metode kenabian. 

Dengan itu, bencana akibat ulah manusia termasuk kabut asap bisa dicegah dan diatasi. Pada akhirnya masyarakat menjadi tenang tanpa merasa khawatir akibat bencana yang ditimbulkan oleh ulah manusia.